Home » » Pungli Biaya Nikah Mencapai Rp 1,2 Triliun

Pungli Biaya Nikah Mencapai Rp 1,2 Triliun

Written By Mujahid on Kamis, 24 Januari 2013 | 02.36


TEMPO.CO, Jakarta - Inspektorat Kementerian Agama menemukan potensi korupsi dalam penyelenggaraan pernikahan di semua wilayah. Nilai korupsi tersebut diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 triliun dalam tempo satu tahun.

Inspektur Jenderal Kementerian Agama, M. Jasin, mengatakan biaya administrasi pernikahan sesuai dengan aturan hanya Rp 30 ribu. Tetapi, penghulu atau pejabat Kantor Urusan Agama (KUA) memungut biaya pernikahan hingga jutaan rupiah.

Dalam hitungan Inspektorat, tercatat ada 2,5 juta hajatan pernikahan setiap tahunnya. Jika dipungut biaya rata-rata Rp 500 ribu setiap hajatan, total pungutan tersebut sebesar Rp 1,2 triliun.

Tetapi, Inspektorat memperkirakan pungutan biaya pernikahan jauh lebih besar lagi daripada angka tersebut. Sebab, ada penghulu yang memungut biaya nikah sampai Rp 3 juta. "Meskipun diberikan secara ikhlas, ini dapat dikategorikan suap maupun gratifikasi," kata mantan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi ini, Kamis, 27 Desember 2012.

Jasin berujar, sesuai dengan Pasal 12 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, pemberian hadiah ataupun janji tidak boleh diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berkaitan dengan tugas dan jabatannya. "Pungutan itu berkaitan dengan tugas dan jabatannya sebagai penghulu," kata Jasin.

Temuan potensi korupsi tersebut, Jasin menjelaskan, diperoleh saat tim Inspektorat terjun ke lapangan. Tim mengkonfirmasi langsung temuan itu kepada pejabat KUA maupun pihak yang menyelenggarakan pernikahan. "Mereka membenarkannya," kata Jasin.

Hasil investigasi Inspektorat menemukan pungutan biaya nikah di luar ketentuan dilakukan sebagai pengganti biaya operasional penghulu seperti biaya transportasi ke lokasi pernikahan. Pungutan ini dibebankan kepada penyelenggara pernikahan karena biaya operasional mereka tidak ditanggung oleh negara.

"Biasanya pernikahan dilakukan di hari libur. Kalau daerahnya jauh, untuk menutup biaya bensin penghulu atau pembantu penghulu, mereka meminta kepada penyelenggara pernikahan," kata dia.

Di samping itu, pernikahan terkadang dilakukan oleh pembantu penghulu karena tenaga penghulu di beberapa daerah masih kurang. Para pembantu penghulu tersebut bukan pegawai negeri dan tidak mendapat gaji. Sehingga, mereka memperoleh penghasilan dari insentif dan pungutan tersebut.

Menurut Jasin, pungutan tersebut sebagian diambil oleh penghulu atau pembantu penghulu yang menikahkan. Namun, sebagian lagi digunakan sebagai dana taktis untuk menjamu tamu, seperti kunjungan pejabat Kementerian Agama maupun kantor wilayah. "Sekarang kami sedang menyusun kebijakannya, bagaimana agar hal ini tidak terjadi lagi," kata dia
Share this article :

Posting Komentar