Home » » Jasin Akui KUA Rentan Gratifikasi

Jasin Akui KUA Rentan Gratifikasi

Written By Mujahid on Kamis, 24 Januari 2013 | 04.41

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei integritas sektor publik 2012 yang dikerjakan Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan, pelayanan di Kantor Urusan Agama (KUA) masih di bawah rata-rata nilai nasional. Inspektur Jenderal Kementerian Agama yang juga mantan pimpinan KPK, M Jasin mempersilakan lembaga antikorupsi itu terus mensurvei pelayanan KUA sehingga semakin baik.
"Kementerian Agama itu di atas 6 nilainya, khususnya adalah untuk layanan KUA, tapi di bawah rata-rata nasional. Rata-rata nasional kan 6,35, sedangkan KUA itu 6,07," kata Jasin seusai mengikuti pemaparan hasil survei integritas sektor publik 2012 di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/12/2012).
Menurut Jasin, permasalahan di KUA ini memang pelik. Selain tersebar di seluruh daerah, 80 persen kegiatan pernikahan yang diurus KUA berlangsung pada hari libur. Hal ini menyebabkan para petugas KUA rawan menerima pemberian karena merasa harus mendapat insentif tambahan setelah bekerja di hari libur.
"Aturannya bahwa penghulu hanya boleh menerima Rp 30.000. Atas kelebihan dari Rp 30.000 itu dianggap suap menurut pasal 12 B di Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Itu pasal gratifikasi," kata Jasin.
Atas kecenderungan penerimaan uang oleh petugas ini, Jasin mengaku pihaknya tengah mengupayakan formula pencegahan. Rencananya, kata Jasin, Kemenag akan memberi kompensasi kepada para petugas KUA yang masuk pada hari libur. "Sehingga ada besaran tertentu yang tidak lebih besar dari itu seluruh penghulu untuk menerimanya," ujar Jasin.
Selain masalah KUA, Jasin mengatakan, Inspektorat Jenderal Kemenag sudah melakukan pemantauan dan survei mengenai ibadah haji. Menurut Jasin, banyak hal terkait pelayanan haji yang perlu ditingkatkan.
"Bisa pemondokan. Ada di Jeddah, Madinah, Mekkah, dan layanan juga di Arafah dan Minah," ujarnya. Kemudian, lanjut Jasin, masalah penyedia makanan untuk jamaah haji agar memenuhi standar yangn ditetapkan. "Sehingga tidak ada keluhan dari jemaah haji ke depannya," tambahnya.
Share this article :

+ komentar + 2 komentar

Anonim
14 Februari 2013 pukul 03.55

Sebagai Penghulu saya berusaha untuk melaksanakan tugas secara profesional dan se optimal mungkin. Tapi yang menjadi pikiran saya adalah ketika saya melaksanakan tugas pelayanan di luar jam kerja dan di luar kantor dengan tanpa adanya fasilitas dari negara alias "segalanya modal sendiri" dan saya menerima "sedikit" pemberian dari masyarakat dan atasan saya pun tidak memberikan jaminan hukum yang pasti, pada saat itulah muncul dilema pada diri saya. Satu sisi harus memberikan pelayanan kepada masyarakat satu sisi harus bertindak pengamanan terhadap diri saya supaya tidak terjerat "gratifikasi". Karena dalam beberapa kasus, ketika terjadinya masalah hukum terhadap penghulu, mereka harus berjuang sendiri untuk menghadapi tuntutan hukum dan terkadang harus menanggung beban hukum atas kebijakan yang dikeluarkan dari atasan.

Anonim
14 Februari 2013 pukul 04.02

Sudah seharusnya, ketika Allah memberikan jalan kepada semua pihak yang terlibat dalam pelayanan nikah di KUA untuk melakukan perbaikan kebijakan dan system pelayanan nikah di KUA. Tapi ironinya, banyak pihak yang malah memanfaatkan "masa fatrah" (keadaan tidak adanya kepastian hukum) dalam hal biaya pelayanan nikah untuk memperkaya diri dengan menggunakan kewenangan dan otoritas yang di embannya. Mereka adalah orang-orang yang punya ketakutan yang luar biasa tapi berlindung dibawah kelemahan orang lain. Naudzubillahi min dzalik.

Posting Komentar