JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei integritas sektor
publik 2012 yang dikerjakan Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan,
pelayanan di Kantor Urusan Agama (KUA) masih di bawah rata-rata nilai
nasional. Inspektur Jenderal Kementerian Agama yang juga mantan pimpinan
KPK, M Jasin mempersilakan lembaga antikorupsi itu terus mensurvei
pelayanan KUA sehingga semakin baik.
"Kementerian Agama itu di
atas 6 nilainya, khususnya adalah untuk layanan KUA, tapi di bawah
rata-rata nasional. Rata-rata nasional kan 6,35, sedangkan KUA itu
6,07," kata Jasin seusai mengikuti pemaparan hasil survei integritas
sektor publik 2012 di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/12/2012).
Menurut
Jasin, permasalahan di KUA ini memang pelik. Selain tersebar di seluruh
daerah, 80 persen kegiatan pernikahan yang diurus KUA berlangsung pada
hari libur. Hal ini menyebabkan para petugas KUA rawan menerima
pemberian karena merasa harus mendapat insentif tambahan setelah bekerja
di hari libur.
"Aturannya bahwa penghulu hanya boleh menerima Rp
30.000. Atas kelebihan dari Rp 30.000 itu dianggap suap menurut pasal 12
B di Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Itu pasal gratifikasi," kata
Jasin.
Atas kecenderungan penerimaan uang oleh petugas ini, Jasin
mengaku pihaknya tengah mengupayakan formula pencegahan. Rencananya,
kata Jasin, Kemenag akan memberi kompensasi kepada para petugas KUA yang
masuk pada hari libur. "Sehingga ada besaran tertentu yang tidak lebih
besar dari itu seluruh penghulu untuk menerimanya," ujar Jasin.
Selain
masalah KUA, Jasin mengatakan, Inspektorat Jenderal Kemenag sudah
melakukan pemantauan dan survei mengenai ibadah haji. Menurut Jasin,
banyak hal terkait pelayanan haji yang perlu ditingkatkan.
"Bisa
pemondokan. Ada di Jeddah, Madinah, Mekkah, dan layanan juga di Arafah
dan Minah," ujarnya. Kemudian, lanjut Jasin, masalah penyedia makanan
untuk jamaah haji agar memenuhi standar yangn ditetapkan. "Sehingga
tidak ada keluhan dari jemaah haji ke depannya," tambahnya.
+ komentar + 2 komentar
Sebagai Penghulu saya berusaha untuk melaksanakan tugas secara profesional dan se optimal mungkin. Tapi yang menjadi pikiran saya adalah ketika saya melaksanakan tugas pelayanan di luar jam kerja dan di luar kantor dengan tanpa adanya fasilitas dari negara alias "segalanya modal sendiri" dan saya menerima "sedikit" pemberian dari masyarakat dan atasan saya pun tidak memberikan jaminan hukum yang pasti, pada saat itulah muncul dilema pada diri saya. Satu sisi harus memberikan pelayanan kepada masyarakat satu sisi harus bertindak pengamanan terhadap diri saya supaya tidak terjerat "gratifikasi". Karena dalam beberapa kasus, ketika terjadinya masalah hukum terhadap penghulu, mereka harus berjuang sendiri untuk menghadapi tuntutan hukum dan terkadang harus menanggung beban hukum atas kebijakan yang dikeluarkan dari atasan.
Sudah seharusnya, ketika Allah memberikan jalan kepada semua pihak yang terlibat dalam pelayanan nikah di KUA untuk melakukan perbaikan kebijakan dan system pelayanan nikah di KUA. Tapi ironinya, banyak pihak yang malah memanfaatkan "masa fatrah" (keadaan tidak adanya kepastian hukum) dalam hal biaya pelayanan nikah untuk memperkaya diri dengan menggunakan kewenangan dan otoritas yang di embannya. Mereka adalah orang-orang yang punya ketakutan yang luar biasa tapi berlindung dibawah kelemahan orang lain. Naudzubillahi min dzalik.
Posting Komentar