JAKARTA - Tuduhan banyak penghulu Kantor Urusan Agama (KUA)
melakukan korupsi membuat keluarga mereka menanggung malu. Anak-anak
pejabat KUA itu malu lantaran ayahnya disebut sebagai pelaku pungutan
liar (pungli) saat menikahkan orang.
Hal ini menjadi fenomena setelah kasus pungli di KUA banyak
dikeluhkan oleh warga. Bahkan, Inspektur Jenderal Kementerian Agama
(Irjen Kemenag) M. Jasin mengatakan pungli paling besar yang terjadi di
KUA terkait penghulu pernikahan. Jumlahnya bisa mencapai Rp 1,2 triliun
per tahun.
Setelah berita ini merebak anak-anak pejabat KUA pun curhat karena
diejek teman-temannya. “Ada mahasiswa saya yang orang tuanya di KUA.
Saya tekankan, agar kita menjauhi korupsi. Sekarang saat isunya meledak,
benar terjadi, mereka menjadi malu. Mereka juga diejek oleh
teman-temannya,” kata Ustad Imam Suprayogo saat berceramah dalam acara
peresmian gedung Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenag, di Jalan RS
Fatmawati, Jakarta Selatan, Jumat (4/1) kemarin. Imam Suprayogo,
merupakan penceramah yang juga Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang, Jawa Timur.
Keluhan ini pun ditanggapi oleh Menteri Agama (Menag) Suryadharma
Ali. Petugas di KUA, kata Menag, memang perlu dipikirkan agar mendapat
perlakuan khusus. Karena petugas KUA biasanya bekerja di luar hari
kerja.
“Memang harus ada perlakuan khusus, saya mohon bersabar. Dan saya
mohon tidak perlu hal ini dibesar-besarkan, karena bisa berdampak
negatif juga seperti yang dikatakan Rektor UIN tadi, anak-anak dari
pejabat KUA itu jadi malu disebut korupsi,” jelas Suryadharma usai
peresmian gedung tersebut.
Petugas yang melayani pernikahan, imbuhnya, selain ada unsur
administrasi juga ada unsur budaya dan ritual. Solusinya pun tidak bisa
sederhana karena melihat dari berbagai aspek.
“Pelayanan nikah itu selain administrasi, ada unsur budaya, ada unsur
ritual, bahkan kadang ada unsur mistik juga. Solusinya tidak sederhana,
tolong dibatasi pemberitaan yang demikian, kita juga sedang
memikirkan,” katanya.
Sebenarnya, kata dia, masalah ini setahun lalu sudah disampaikan
oleh KPK, tapi pihaknya belum menemukan solusi yang tepat. “Kita sudah
menemukan konsep solusi, tapi belum bisa saya sampaikan ke publik,
antara lain insentif Rp 500 ribu. Tapi nikah juga harus dilihat unsur
geografis, kan tidak tiap daerah sama, ada yang pegunungan ada yang
pulau-pulau,” katanya.
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasarudin Umar juga mengaku akan
melakukan pembenahan dan sedang melakukan penggodokan cara
mengatasinya. “Kebanyakan pernikahan itu kan di luar kantor, jam kerja,
dan tidak ada biaya operasionalnya,”terangnya pada Duta Masyarakat
seusai acara Tasyakuran Keluarga Besar Kementerian Agama Kota Depok
bersama Muspida, Tokoh Agama dan tokoh masyarakat, dalam rangka Hari
Amal Bhakti Kemenag ke-67, di MUI Depok, kemarin. * hud/aan sumber duta online.com
+ komentar + 1 komentar
Posting Komentar